Dewan Hakim Protes Pemondokan

Dewan Hakim Protes Pemondokan

\"\"Fasilitas Tak Menunjang, Anggaran MTQ Dipotong PALIMANAN - Penyelenggaraan MTQ tingkat Kabupaten Cirebon ke-40 yang diselenggarakan di Kecamatan Palimanan masih menyisakan kekurangan. Pada hari kedua pelaksanaan MTQ, kemarin (30/11) muncul komentar tak sedap yang datang dari dewan hakim yang terdiri dari para kiai se-Kabupaten Cirebon. Dewan hakim yang bertugas sebagai tim penilai di seluruh cabang MTQ yang dilombakan, menyayangkan atas kinerja panitia MTQ Kabupaten Cirebon ke-40, terutama dalam menempatkan pemondokan bagi para dewan hakim. Salah satu dewan hakim, KH Mahdi Muhtadi menilai rumah pemondokan yang sedianya digunakan sebagai markas tim penilai tak layak. Pasalnya, dari 60 orang dewan hakim ditempatkan dalam satu rumah sehingga mereka harus berdesakan ketika beristirahat dan hanya satu kamar mandi yang berfungsi, sehingga harus antre ketika ingin bersuci. “Dewan hakim wanita dan laki-laki disatukan dalam satu rumah, sungguh ini tak baik bagi contoh yang lainnya,” tuturnya. Bahkan, menurutnya yang paling mengenaskan ada salah satu dewan hakim yang tidur di ruang sempit berukuran 1x2 meter dengan alas kasur Palembang dan di depan tempat tidurnya adalah kamar mandi. “Mas, bisa lihat sungguh mengenaskan. Pada MTQ tahun lalu tidak begini,” terangnya. Tak hanya tempat yang tak layak, dewan hakim pun tak diberi fasilitas seperti alat tulis untuk menunjang kegiatan dalam melakukan tugas penilaian dan jatah rokok dikurangi. “Ketika, kami melakukan konfirmasi kepada panitia mengenai kondisi ini, mereka selalu berdalih bahwa anggaran MTQ dipotong oleh DPRD Kabupaten Cirebon sebesar Rp400 juta,” ucap KH Mahdi. Dikatakan, kondisi ini sangat ironis dengan besarnya anggaran yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon untuk penyelenggaran LPTQ selama satu tahun yang berkisar Rp 2,9 miliar yang di dalamnya sudah termasuk MTQ. “Masak, uang sebanyak itu untuk penyediaan tempat saja tak layak,” katanya. Terkait pemotongan sebesar Rp400 juta oleh DPRD Kabupaten Cirebon diakui oleh salah satu anggota dewan yakni Ahmad Aidin Tamim. Kepada Radar, politisi PKS ini menuturkan bahwa pemotongan itu dilakukan secara resmi dan disepakati bersama antara eksekutif dan legislatif. Namun, sisa pemotongan itu masih ada sekitar Rp2,5 miliar, sangat tidak logis jika dengan uang sebesar itu penyelenggerakan MTQ terkesan asal-asalan dan tidak memperhatikan penghormatan kepada para kiai. “Bila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota tetangga, Kabupaten Cirebon anggaran untuk LPTQ sangat besar. Tapi, daerah lain bisa menyelenggarakan MTQ dengan baik,” katanya usai menerima pengaduan dari para dewan hakim. Pria yang juga masuk dalam jajaran pengurus Forum Silaturahmi Dewan Hakim berharap, Pemerintah Kabupaten Cirebon dan Ketua Umum LPTQ Kabupaten Cirebon untuk segara turun langsung guna mengecek kondisi sebenarnya yang terjadi di lapangan. “Para petinggi jangan hanya terima laporan yang manis-manisnya saja, kalau perlu audit keuangan panitia,” tegasnya. Saat Radar mengonfirmasi hal ini ke Kabag Kesra Kabupaten Cirebon, Deni Agustin yang juga panitia penyelenggara MTQ ke-40 ini melalui sambungan telepon, tidak ada jawaban. (jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: